Sebenarnya aku tidak kaget. Aku hanya marah. Duit sejumlah itu adalah
4 bulan gaji seorang resepsionis di sebuah kantor besar. Duit sejumlah
itu adalah 20 bulan gaji seorang tukang kebun atau pembantu rumah
tangga di kawasan menengah. Selain marah, aku juga tak habis pikir
dengan kegetolan orang merayakan malam tahun baru dengan pesta-pesta
dan kemeriahan.
“Apa sebenarnya yang dirayakan orang-orang di hotel-hotel itu Yoe?”
“Ya tahun baru kawan. Tahun baru ya pesta dong, pesta kawan…, itu kan
sudah tradisi di seluruh dunia?”
“Kamu sendiri ikut tradisi itu Yoe?”
“Jelas dong. Sebagai intel elit masa aku nggak ikut tradisi macam itu?
Yang benar aja dong….”
“Kamu sendiri nggak? Terus ngapain kamu di malam tahun baru kawan?”
Di malam tahun baru aku melihat bulan. Menatapnya lama-lama dari
beranda rumahku. Bulan itu nyaris purnama dan baru muncul menjelang
tengah malam, menyingkirkan mendung sampai sepertiga luas pandangku.
Sisanya, langit hitam yang gulita. Hujan yang baru usai masih
menyisakan gerimis halus dan hawa dingin yang menggigit tubuhku.
Sesekali selarik cahaya kekuning-kuningan dari petasan luncur menembus
langit dan meledak pada satu ketinggian, memburaikan percikan bunga
api kecil yang segera lenyap diterpa angin dan gelap malam. Sesekali,
teriakan, tawa, dan lengking terompet tahun baru, juga sayup-sayup
terdengar.
Mataku mencoba menangkap pola ledakan cahaya petasan yang sesaat
membekas, tapi karena mataku, seperti semua mata manusia, tidak
efisien untuk penglihatan malam, upayaku itu sia-sia. Hanya bayangan
warna-warna buram yang dapat kulihat. Mungkin jika aku seekor burung
hantu dengan mata besar mirip piring yang membantu penglihatannya di
dalam gelap, aku akan bisa menangkap pola ledakan petasan itu. Atau
jika aku seekor kucing yang pupil matanya tidak bundar tetapi lonjong
sehingga bisa melihat dengan jelas dalam cahaya remang maupun cahaya
cerah, aku juga bisa mengenali pola itu. Mata kucing adalah mata yang
menakjubkan. Sejak masih kanak-kanak, aku sudah terpesona oleh mata
kucing yang bersinar dalam kegelapan malam. Tidak seperti binatang
malam yang lain, kucing adalah binatang malam dan siang. Matanyapun
telah melakukan penyesuaian dengan cahaya siang dan kegelapan malam.
Ketika malam, pupil matanya yang lonjong akan membuka lebar tetapi
dalam cahaya terang siang hari, pupil itu akan menutup menjadi segaris
lubang sempit. Menakjubkan.
Malam itu, aku hanya mengenakan kaos oblong yang bolong-bolong di
seputar bagian lehernya dan bersarung peninggalan ibuku. Sarung yang
sering kubangga-banggakan sebagai sarung ajaib karena terasa sejuk
dipakai pada malam-malam panas dan terasa hangat ketika dipakai pada
malam-malam dingin. Mungkin kasih sayang ibuku melekat di sarung itu
dan menimbulkan efek ajaib yang kurasakan setiap mengenakannya.
Sarung bercorak kotak-kotak merah-biru itu adalah peninggalan mendiang
ibu yang selalu melekat di tubuhku setiap malam. Jika bepergian ke
luar kota, aku selalu membawanya karena aku akan sulit tidur jika
tidak mengenakan sarung itu.
Tag: malas
Filed under: Uncategorized | Leave a comment »